Sabtu, 26 Maret 2011

Catatan Masa Lalu ku


Kali ini aku melangkahkan kakiku kembali dengan sejuta rasa kebimbangan didalam hati. Malam semakin larut, Bintang tak kulihat diatas langit dan Rembulan menyembunyikan kilauan sinarnya yang indah. Yang ku tahu, sisa tetesan air hujan masih mentes disetiap ujung ujung daun dan pepohonan menandakan bahwa tadi hujan lebat telah menguyur mereka. Aku terus berjalan, tak tau apa yang harus aku fikirkan karna mungkin saat ini fikiranku sudah tidak berfungsi hingga aku malas untuk berfikir. Cuaca  semakin dingin, Arloji di lengan masih menunjukan pukul sepuluh malam.lampu – lampu jalan yang berdiri di pinggiran jalan kota menemani setiap inci langkah ku yang tak tau harus kemana aku melangkah. Mobil mobil dan kendaraan lain masih berlalu lalang di malam yang dingin ini. Aku berhenti di sebuah tortoar jalan dan aku duduk di pinggirnya dengan melamunkan semua yang terjadi begitu cepat dalam hidup ku.

“ oh, jadi itu mau Ayah.” Ucap Seorang Istri kepada sang suami
“ ya. Kita akan bercerai dan saya akan menunggu kamu di Pengadilan Agama.” Emosi sang suami pada sang Istri. Entah hal apa yang membuat mereka memutuskan untuk bercerai. Kalimat itu terucap di depan ku saat aku berusia sepuluh Tahun. Aku tak tau apa maksud ayahku berbicara seperti itu pada Ibu ku. Karna yang jelas aku menangis mendengar perkataan itu.
Setahun setelah perceraian itu, Bunda sakit parah yang membuat aku makin takut kehilangan Bunda. Setelah aku kehilangan sesosok seorang Panutan bagi ku. Kali ini aku tak punya siapa siapa lagi kecuali Bunda. Aku hanya tinggal berdua dengan Bunda di sebuah rumah Kontrakan setelah kami di usir dari Rumah Ayah. Hal itu membuat aku makin kesal dengan Beliau. Bunda terus batuk yang mengeluarkan darah, aku panik karna aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada Bundaku. Wajah Bundaku kelihatan Pucat sekali, aku takut melihatnya aku tak mau sesuatu yang buruk terjadi pada Bunda.
“ Bunda, Bunda kenapa Bunda. Bunda jangan buat Dilka takut.” Aku duduk di sebelah ibu ku sambil membersihkan darah yang keluar dari mulut Ibu karna batuk tadi. Aku mulai takut akan terjadi sesuatu. “…Bunda, Bunda kenapa Batuknya berdarah, Bunda sakit apa?!” aku makin tidak mengerti apa yang terjadi pada Bundaku. Dengan sisa tenaganya Bunda memegang Kepala ku dengan lembut.
“ maafkan Bunda ya Nak. Bunda gak bisa buat kamu Bahagia.”
“ Bunda kenapa ngomong kayak gitu? Bunda gak sayang ya sama Dilka?”
“ enggak, bukan itu Dilka. Bunda sangat sayang sama kamu. Bunda sayang sekali bahkan.”
“ jadi kenapa Bunda ngomongnya kayak gitu, Dilka gak pernah minta apa apa sama Bunda. Jadi Bunda jangan Nangis ya.”
“ kamu masih kecil sayang, Bunda takut meninggalkan kamu sendirian. Bunda takut kamu kenpapa kenapa.”
“ Bunda mau kemana? Bunda jangan Tingalin Dilka” Nangisku di depan Bunda yang sedang sakit. Bunda kembali memegang kepalaku dan aku memeluk Bunda. Aku menagis dan Bunda Juga ikut menangis.
“ Dilka. Dengrin Bunda ya nak.”
“ iya Bunda. Dilka akan dengerin Bunda.” Ucapku dengan sedakan tangis yang tak usai.
“ Hargai selalu orang, jika Dilka ingin di  Hargai orang nak. Berbuat baik sama semua orang ya, biar orang – orang sayang sama Dilka kalau Bunda pergi nanti.” Ucap Bunda sambil menangis. “ Jangan pernah buat Bunda nangis kalau nanti Bunda pergi. Bunda sayang sama Dilka.” Bunda terus menangis sambil memegangi kepalaku.
“ Bunda Dilka Juga sayang sama Bunda. Bunda gak boleh ngomong kayak gitu. Dilka akan nemenin Bunda selalu disini.”
“ tapi Bunda gak bisa nemanin kamu lagi Dilka. Ingat pesan Bunda ya. Jangan pernah menaruh dendam pada Ayah. Cari dia, karna dia adalah Ayah Dilka, walaupun Bunda dan Ayah sudah bercerai.”
“ Tapi Ayahkan sudah ngusir kita Bunda.”
“ mungkin, waktu itu Ayah sedang emosi. Kamu maukan janji sama Bunda, kalau kamu akan menjadi anak yang baik?”
“ ya Bunda. Dilka janji, Dilka akan jadi anak Baik buat Bunda dan semua orang.” Bunda kembali batuk, dan kali ini darah yang keluar dari mulut Bunda semakin Banyak, aku turun dari tempat tidur untuk kerumah Bude. Tetangga yang baik sekali sama aku dan Bunda. Ku tinggalkan Bunda sendiri di dalam kamar. Aku berlari keluar pergi kerumah Bude.
“ Bude…..bude….bude…..” teriak ku sambil berlari. Bude yang mendengar teriakan ku keluar dari dalam rumahnya. Dia berdiri di depan pintu.
“ ada apa Dilka, kenapa kamu lari lari.?” Tanya Bude yang heran melihat aku.
“ Bunda bude, bunda sakit. Dari mulut Bunda keluar banyak darah.”
“ ya allah. Bunda mu kenapa Nak?”
“ Dilka gak tau Bude. Ayo Bude, tolongin Bunda.” Aku menarik tangan Bude. Bude mengajak beberpaa orang tetangga yang lain untuk kerumahku. Sesampai di rumah aku berdiri mematung melihat Bunda sudah tidur dengan darah yang keluar dari mulut Bunda. Ku lihat Bude memegang mulutnya seraya mengucapkan kata Astafirulla Aladzim.
“ Pak Surwo, tolong panggilkan pak Kepling dan pak lurah ya.” Suruh Bude pada orang itu. Aku melihat kearah Bude.
“ Bunda kenapa Bude?” bude tak menjawab pertanyaan ku, dia hanya menangis dan menggendong ku. “ ..Bude kenapa nangis. Bunda kenapa Bude?” aku jadi ikut menangis.
“ Bunda Mu sudah meninggal nak.” Bude memberitahu aku dengan kata kata yang berat.
“ meninggal….” Aku berontak dari pelukan Bude dan meminta bude untuk menurunkan aku. Bude menurunkan ku dan aku berlari ke arah Bunda.
“ Bunda….Bunda kenapa gak bangun bangun. Bunda gak sayang sama Dilka. Bunda bangun………Dilka takut sendirian Bunda. Bunda gak boleh meninggal, Bunda jahat.”nagis ku sambil mengucek ngucek kedua bola mata ku.
“ udah ya nak.Biarkan Bunda mu tenang. Dilka nanti sama Bude, jadi Dilka gak sendirian. Ia nak…” ucap Bude sambil menangis tersedu sedu.
“ Tapi Bunda, Bude. Dilka sayang sama Bunda. Dilka gak mau kehilangan Bunda. Bunda bangun, lihat Dilka disini. Bunda…….” Ucapku sambil mengoyang goyangkan tubuh Bunda.  Aku terus menagis memeluk Bunda yang sudah tidak berdaya sama sekali. Bunda, Maafin Semua kesalahan Dilka. Dilka Janji, Dilka akan jadi anak yang Baik. Dilka janji Bunda.
Aku kembali sadar dari semua kenagan yang menyakitakan aku di masa lalu itu. Setelah kehilangan Bunda aku tinggal bersama Bude, Bude sangat sayang sama aku. Tapi Pakde Jali tak mau aku berlama lama di rumahnya, hingga aku memutuskan harus pergi dari rumah Bude dan menjadi Gelandangan. Sekarang aku sudah tumbuh dewasa, dan aku sudah punya keluarga yang baik. Tapi semua ini sia sia, karna Bunda gak merasakanya.
“ Bunda….Dilka kangen Sama Bunda. Dilka kangen suara Bunda, elusan tangan Bunda di Kepala Dilka sebelum tidur. Dilka kangen Bunda.” Aku menangis setiap kali aku teringat akan kenangan pada Bunda.  Seseorang pria mendekati aku, dia duduk disamping ku.  Dia menawarkan sebuah tisu dan sebotol air Mineral.
“ ini….” Dia menyodorkan sebuah tisu. “ …aku lihat tadi kamu nangis. Kamu kenapa?” tanyanya tanpa melihat kearah ku.
“ aku kangen sama bunda aku. Dia berharga banget buat aku. Disaat kami hidup susah, Bunda pergi meninggalkan aku tanpa aku bisa bawa Bunda kerumah sakit. Sekarang setelah aku punya apa yang aku mau, aku uda kehilangan orang yang aku sayangi. Yaitu Bundaku! Ucapku meneteskan Air mata.
“ aku ngerti apa yang kamu rasakan, yah…walaupun aku belum pernah ya merasakanya. Terus kamu sekarang tinggal berdua aja sama Ayah kamu?!”
“ Ayah ku bercerai sama Bunda sekitar Sepuluh Taun yang lalu. Dan aku gak tau dia di mana. Aku tinggal sama Pak Akbar. Beliau Orang Tua angkat ku yang baik.” Jelas ku.
“ maksud kamu Pak Akbar yang pengusaha itu. Hebat dong hidup kamu.”
“ walaupun aku senang dengan itu, tapi tak seindah yang aku rasakan saat bersama Bunda dan Ayah ku.” Jelasku
“ terus kamu gak mau nyari Ayah kamu diamana?”
“buat apa, yang ada hanya menyakitkan. Mungkin dia gak pernah ingat sama aku, atau jangan jangan dia juga sudah meninggal. Entalah aku males mengingatnya. Mengingatnya ibaratkan aku membuka luka lama  yang sudah mulai aku obati.”
“ kamu dendam sama dia?!”
“ dulunya ia.semenjak Bunda menasehati aku, bahwa  kita gak boleh menyimpan dendam. Aku hanya ingin melupkanya.” Ucapku berat.
“ oh ya… Aku Randha. Kamu?”
“ aku Dilka. Kamu ngapain disini?”
“ aku nemanin papaku beli Pizza disana” ia menunjuk kearah Medeka Walk.
“ oh….ntar dia nyariin kamu loh.”
“ paling dia Nelphone aku. Kamu ngapain disini?”
“ aku nyari Taxi.”
“ uda malam gini, mana ada Taxi yang lewat lagi. Kalau gak salah Rumah Pak Akbar di daerah Setia Budikan.”
“ iya….”
“ kamu bareng aku aja. Kebetulan kita searah.”
“ gak usah, uda malam. Nanti aku jadinya ngerepotin kamu.
“ udah tenang aja. Papaku udah sms nih, yuk….” Dia menarik tanganku. Dan kamipun berjalan mendekati Mobil Papanya di parkirran.
“ Randha, cerita tadi jangan cerita sama siapa siapa ya.”
“ok. Tapi nanti kita akan tukaran nomor Telphone. Ok.” Aku hanya mengangguk mendengar penuturannya. Randhapun mengetuk kaca jendela mobil papanya. Seseorang keluar dari dalam mobil itu. Tubuhnya besar, ia mengenakan T-Shirt berwarna Biru muda dan celana panjang berwarna hitam. Sepertinya aku pernah melihat orang ini. Tapi dimana. Ya…aku sepertinya kenal dengan Beliau.
“ Dilka, kenalin ini Papa ku.” Randha mengenalkan papanya padaku.
“ saya Dilka Oom.” Aku berjabat tangan padanya. Orang itu melihatiku dalam dan begitu juga aku. Sepertinya aku semakin yakin kalau aku kenal dengan orang ini. Ya… dia adalah orang yang pernah membuat aku menjadi seorang gelandangan. Aku buru buru melepaskan jabatan tangan itu.
“ maaf, kalau saya boleh tau. Nama panjang kamu siapa ya?” tanyanya spontan. Aku bergumam di dalam hati, pasti dia ingin memastikan apa yag ia fikirkan sama seperti aku. Aku gak mau dia tau siapa aku sebenarnya.
“untuk apa Oom?”
“ enggak, enggak apa apa.” Ucapnya salah tingkah
“ papa kenapa sih. Dia ini Dilka…..”
“ Dilka Anggara Randitha.”sambungku sebelum Randha meneruskan kalimatnya. Aku sedikit memalsukan nama ku. Nama ku sebenarnya adalah. Fladilka Aditya. Sebenarnya aku ingin sekali memeluknya tapi untuk apa. Dia bukan milik ku lagi, sekarang dia sudah menjadi seorang Ayah buat Randha.
“…Dilka ini Pa, Anak Pak Akbar. Dia kemaleman pulangnya jadi dia bareng kita ya. Bolehkan Pa.”
“ kayaknya aku pulang sendiri aja deh Ran. Gak apa apa kok.”
“ udah, kamu bereng saya aja.” Ucap Oom itu. Aku hanya diam dan kami masuk kedalam mobil.
“Dilka, kamu di depan aja ya. Aku mau tidur di belakang.” Suruh Randha
“ Kenapa Gitu Ran?”
“ udah gak apa apa.” Akupun duduk di samping papanya Randha yang tak lain juga seorang Ayah dari masa laluku. Mobil kembali melaju dan kulihat kebelakang,  Randha memejamkan matanya. Sepertinya dia kelelahan karna juga ini sudah malam.
“ melihat kamu mengingatkan saya pada seseorang.” Ucap Oom itu memecah keheningan malam itu.
“ oh ya…. Siapa?” tantang ku.
“ udah lupain aja.” Ngelesnya
“ Rumah saya sudah dekat Oom. Saya turun disini saja.” Pinta ku
“ tapi,….”
“ gak apa apa Oom.” Mobilpun menepi dan aku turun dari dalam mobil itu tanpa mengucapkan kata terima kasih. Mobil itu meninggalkan aku dan aku kembali sendiri disini. Aku berteriak, karna seseorang yang ingin aku lupakan telah menampakan wajahnya kembali di hadapan ku. Aku berjalan menuju ke rumahku yang sekarang. Ku gedor pintu rumah, seorang pembantu membukakan Pintu rumah.
“ Mas Dilka. Dari tadi bapak Nungguin Mas.” Beritahu Bu Lasri. Aku mengangguk. Aku masuk kedalam dan berjalan memasuki kamarku.
“ kemana kamu Dilka, jam segini baru pulang” Tanya Pak Akbar.
“ Dilka kemaleman Pulangnya pak. Tadi Dilka ngerjain Tugas kampus.”
“ kenapa Mobil gak kamu bawa?”
“ Dilka kira gak akan seperti ini kejadiannya. Dilka capek, Dilka mau Istirahat. Semuanya kita bahas besok aja ya pak.” Pintaku. Aku masuk kedalam kamar ku. Aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur itu dengan segumpalan fikiran yang amat kacau. Aku kembali mengingat semua itu. Masa lalu yang telah menyakitkan aku. Setelah semua hal yang membebankan aku, kini aku membuka mata ku dan yang ku lihat mentari sudah menampakan cahayanya. Aku terbangun, aku mulai sadar kalau aku telah ketiduran dengan semua fikiran yang menyakitkan kepalaku. Aku mulai masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.selesai mandi aku bergegas turun kebawah untuk sarapan bareng Pak Akbar dan Bu Mellisa. Aku mendakati ruang makan itu.
“ Pagi Dilka.” Sapa Bu Mellisa.
“ Pagi Bu.”
“ sarapan dulu sebelum ke kampus.” Aku duduk di sebelah Bu Mellisa.
“ pak, hari ini aku gak masuk kuliah ya. Aku mau pergi sebentar, ada  hal yang ingin aku selesaikan.” Pintaku. Aku meminta Izin pada Pak Akbar.
“ baik. Tapi setelah itu kamu harus pulang.”
“ iya pak” aku mengganguk. Kedua orang tua angkatku ini tidak mempunyai anak, makanya aku yang mereka Adopsi. Ketika itu………………..
Hujan turun amat deras, aku masih saja terus mengamen di setiap Bel merah. Aku takut jika aku tak memberi setoran aku akan di pukul oleh Bang Ipol. Dia kepala Preman disini. Aku takut. Aku sudah menggigil kedinginan, hingga aku bernyanyi di samping mobil Pak Akbar ini. Beliau menyuruh Istrinya untuk turun mendekati aku. Beliau memayungi aku.
“ hujan loh, nanti kamu sakit. Ayo Ikut Tante.” Ajaknya ramah. Aku menolak, karna aku takut pada Bang Ipol.
“ gak apa apa, nanti setoran kamu, tante yang bayarin.” Karna hujanpun semakin lebat, aku menurut saja yang penting setoran ku ada untuk hari ini. Aku ikut dengan Bu Mellisa dan masuk kedalam mobilnya. Beliau membawa aku ke rumah mereka yang sekarang ini menjadi rumahku.
“ kamu tidak perlu mengament lagi. Mulai hari ini kamu tinggal sama Oom Dan Tante.”
“ Tapi Oom, Tante. Saya ini anak Jalanan, apa tante gak malu?”
“ kenapa Tante harus malu sayang? Tante gak perduli kamu berasal dari mana, yang jelas tante ingin kamu tinggal disini.” Ucap tante itu.
“ siapa nama kamu?” Tanya Oom Akbar
“ Nama Saya Dilka Oom. Umur saya 12 Tahun” beritahu ku
“ nanti kita mita izin ya, sama orang tua kamu.”
“ saya gak punya orang tua lagi. Ayah saya sudah cerai dengan Ibu saya. Dan Bunda sudah meninggal dua Tahun yang lalu. Saya tinggal sendiri di jalanan.”
Sejak itu mereka berdua mengadopsi ku, mereka menyekolahkan aku hingga aku menjadi seperti ini. Aku akan selalu mengingat pesan Bunda, kalau aku harus menjadi anak yang baik. Aku mengendarai mobil ku sendiri, aku membawa laju mobil itu kearah pemakaman. Sudah lama aku tidak kepemakaman berjiarah ke makam Bunda. Setelah membeli Bunga pemakaman aku langsung buru buru membawa Mobil ke tempat pemakam itu. Aku parkirkan Mobil ku, aku mendekati makam Bundaku. Jantungku berdebar cepat kala aku menginjakan kaki ku di pemakaman itu.
Aku masih berdiri diam mematung di depan makam Bundaku. Aku kembali menangis, aku mengingat semua kenangan Indah bersama Bunda. Bunda yang selalu memanjakan aku dan Bunda yang amat aku sayangi.
“ Bunda Dilka datang. Maafin Dilka ya, baru bisa Lihat Bunda sekarang. Dilka sekarang udah tumbuh dewasa Bunda. Dilka sekarang sudah ngerti semuanya, semua hal yang membuat kita menderita Bunda. Dilka diadopsi sama pak Akbar. Beliau baik banget Bunda sama Dilka. Dilka jadi kangen sama Bunda.” Ucapku sambil memegang Batu nisan makam Bunda.
“ Bunda. Apalah arti kebahagian Dilka, kalau Bunda tidak bisa ikut merasakanya. Dilka mau meihat Bunda tersenyum lagi seperti dulu, tertawa dan selalu bermain sama Dilka. Dilka pengen banget Bunda bisa merasakan kebahagiaan Dilka. Dilka kangen Sama Bunda.” Aku mulai menaburkan Bunga di atas makam Bunda.
“ tadi malam, Dilka jumpa sama Ayah, Bunda. Ayah tak ingat sama Dilka. Dilka kangen sekali sama Ayah. Tapi Dilka gak bisa meluk Ayah. Karna dia Bukan Ayah Dilka lagi Bunda. Dia bukan Ayah Dilka lagi.” Aku masih terus menangis di depan pemakaman Bunda.
“ doain yang terbaik buat Dilka Bunda. Dilka gak sanggup kalau Dilka harus membuka luka lama itu. Dilka sayang sama Bunda. Dilka takut Bunda, Dilka takut jadi anak yang durhaka pada kedua orang tuanya. Dilka takut Bunda.”
“ Dilka selalu teringat sama Bunda. Ingat Bunda marahin Dilka, Nasehatin Dilka, Manjain Dilka dan bermain bersama Dilka. Dilka janji Bunda, dilka akan jadi anak yang baik dan selalu berbuat baik buat semua orang. Tapi Dilka gak bisa Bunda, kalau Dilka harus ngelupain Bunda. Karna Bunda adalah orang yang Dilka sayangi dan Dilka taruh di dasar hati Dilka untuk selamanya Bunda.” Air mata kuterus bercucuran dari kedua bola mataku.
“ Dilka janji, suatu saat nanti Dilka akan nemuin Ayah dan bilang semuanya Ke ayah. Biar ayah tau siapa Dilka sebenarnya. Bunda doain Dilka ya….” Aku jadi teringat sebuah lagu yang amat kusukai…..

Ku ingat saat ayah pergi dan kami mulai kelaparan,

hal yang biasa buat aku hidup di jalanan,

di saat ku belum mengerti arti sebuah perceraian,

yang hancurkan semua hal indah yang dulu pernah
aku miliki

Hatiku pedih dan air mata ku meleleh kala aku mendengar lagu itu, karna lagu itu mengambil andil untuk mewakili perasaan ku pada Ayah.
aku meninggalkan pemakaman itu, aku masuk kedalam mobil dengan mata yang memerah. Aku kembali melajukan mobil dan melintasi jalan raya. Aku melihat sebuah Rumah makan di pinggir jalan, perut ku terasa lapar. Karna emang aku belum makan siang. Ku parkirkan kembali mobil ku. Aku memasuki Rumah makan itu. Aku memesan makanan ke pelayan rumah makan itu. Aku duduk di meja nomor 05. di belakang ku masih ada meja meja yang lainya. Seseorang mendakti ku dan dia duduk didepan ku.
“ Anda.” Ucapku kaget pada sosok yang duduk di hadapan ku. “ ngapain anda disini?”
“ bukankah ini temapt umum, jadi siapa saja boleh dong kemari.”
“ anda mengikuti saya?” tanyaku ketus.
“ tidak, kita kebetulan jumpa disini”
“ kalau anda tidak mau mengaku. Biar saya yang pergi dari sini.”
“ tunggu” ucapnya menahan ku. “ ok..saya mengikuti kamu, karna saya ingin tahu siapa kamu.” Ucapnya lirih
“ kurang jelas penjelasan malam itu buat Bapak?” akusedikit menyolot kerah Beliau yang taklain adalah Ayahku.
“ saya hanya ingin mencari tau kebenaran itu. Siapa nama asli kamu sebenarnya?”
“ saya sudah Bilang nama saya pada bapak Malam itu. Kurang?”
“ kamu pasti berbohong. Saya tau siapa kamu.”
“ ok, kalau bapak tau siapa saya. Lantas apa yang bisa Bapak buat sekarang setelah Bunda saya meninggal?!” ucapku spontan
“ Bunda kamu meninggal?” kagetnya
“ ya, semua ini karna Bapak yang telah membuat kami menderita. Bapak tahu, setelah Perceraian itu, Bunda sakit dan aku harus kehilangan Bunda dalam usiaku yang masih Sepuluh Tahun. Dan Bapak, pernah mencari dimana kami berada?” aku mulai emosi dan kesal.
“ Ayah Khilaf. Sekarang Ayah Merasa amat berdosa sama kamu”
“ oh….kenapa harus sekarang? Ayah tau,betapa hancurnya hatiku melihat orang orang di sekitar ku punya kebahagiaan yang aku gak punya? Apa pernah Ayah ngerti perasaan aku saat aku jadi gelandangan hidup sendiri tanpa orang tua?!” aku semakin kesal.
“ maafkan Ayah Dilka.” Pintanya dengan wajah yang berdosa.
“ sudalah, saya dan Bunda saya sudah melupakan semua itu. Dan sekarang saya mohon tinggalkan saya disini. Karna kamu bukan Ayah ku lagi. Kau bukan milik ku lagi. Karna kau sudah punya keluarga sendiri dengan keptusan anda yang menyensarahkan kami waktu itu. Lupakan saya sebagai Anak mu, Lupakan saya sebagai darah Daging mu. Karna itu hanya bagian dari masa lalu saya.” Aku menjelaskan semuanya padanya.
“ Dilka dengar Ayah.”
“ kamu Bukan Ayah ku. Kamu Bapak Vernando Aditya.
“ ok, dengar kan saya. Ada mantan Istri dan ada mantan pacar. Tapi tak ada di Dunia ini mantan Ayah atupun mantan anak Dilka. Kamu harus tau itu.” Aku diam mendengar penjelasan itu. Akupun terbawa emosi hingga aku menjadi seorang sosok yang menakutkan bagi diriku sendiri.
“ semua itu emang gak akan tejadi. Kalau kamu tau apa yang kamu lakukan waktu itu pada Ibu saya.”
“ Banyak alasan yang harus Ayah jelaskan sama kamu Dilka.  Kamu harus ikut ayah pulang kerumah ayah.”
“enggak Tuan Vernando Aditya. Saya gak akan pernaha ikut anda. Ngerti?”
“ kamu anak saya, kamu harus tinggal sama saya.”
“ saya sudah punya keluarga sendiri dan anda juga sudah punya keluarga sendiri. Jadi jangan pernah mencoba merayu saya untuk ikut sama anda.” Akupun pergi dari Rumah makan itu.
“ saya akan tuntuk Pak Akbar kalau kamu tidak mau ikut dengan saya” langkah ku mendengar penuturan Ayah. Aku membalikan wajahku.
“ maksud anda apa?” ketus ku
“ saya akan tuntut dia dengan kasus pengadopsian Ilegal.” Tantang Ayah
“ dulu anda membuat saya menjadi gelandangan karna ulah anda, dan sekarang anda ingin melihat saya jadi gelandangan lagi dengan membuat pengaduan seperti itu.”
“ kamu tidak akan menjadi gelandangan, karna kamu akan ikut dengan saya.”
“ dengar saya tuan. Saya tidak akan ikut anda dan saya juga tidak akan tinggal lagi dengan  Keluarga Pak akbar. Jadi tidak akan ada lagi yang meributkan kehadiran saya.” Putus ku. Aku berlari keluar mendekati parkiran. Ayah mengejarku dan aku ingin cepat cepat lolos dari dia. Ku tinggalkan mobil ku dan aku berlari. Sepeda motor berwarna hitam metalik mengendarai sepeda motornya dengan laju yang amat kencang. Aku tak tau kalau aku sekarang berdiri di pinggir jalan, bahkan hampir ketengah. Aku berlari sambil melihat kebelakang.
Aku tak sadar lagi setelah sepeda motor itu menabarak ku hingga aku terbanting ke aspal dengan sangat mengenaskan. Ayah berlari lari di belakang sambil meneriaki nama ku, sayup sayup aku melihat orang ramai mengerumuni aku.
Suasana kembali menjadi serba Putih. Aku berdiri sendiri di situ. Aku membuka mataku dan aku melihat aku berdiri pada suatu titik yang membuat aku tak ingin melihatnya. Bukanya aku tadi kecelakaan, lalu kenapa aku disini? Seorang wanita memegang pundak ku dari belakang. Aku melihatnya…..
“Bunda…………..” aku langsung memeluk wanita itu. Wanita yang amat aku rindui. “….Bunda, Dilka kangen sama Bunda.” Aku menangis.
“ Dilka. Kamu gak boleh ikut Bunda. Kamu harus ikut Ayah. Gimanapun dia Ayah kamu nak.”
“ tapi Bunda…..”
“ ingat pesan Bunda. Jangan dendam sama Ayah mu. Dia sudah mau mengakui kesalahnya. Kamu harus memaafkanya”
“ Bunda, dia itu yang membuat Dilka kehilangan Bunda. Dilka gak mau kehilangan Bunda lagi. Dilka mau ikut sama Bunda.”
“tidak bisa sayang. Kamu haus menyelesaikan semuanya. Ayah sangat sayang sama kamu.”
“ Bunda mau kemana lagi?”
“ Bunda harus pergi sayang.”
“ Bunda………………………………” aku terbangun dan aku sudah berada di dalam Ruang gawat darurat. Sudah satu Bulan aku mengalami Koma yang membuat aku melupakan semuanya. Saat aku kembali membuka mataku, semua masa lalu itu membayangi ku. Aku menangis mengingat semua itu. Aku tak menyangka bahwa aku akan seperti ini. Aku masih ingat pada waktu itu………
Aku melihat seorang anak bermain main kejar kejaran dengan Ayahnya dan Ibunya tertawa melihat kelakuan Ayah dan Anak itu. Aku berdiri dari jarak lima meter memandang mereka dengan sebuah kerincingan yang terbuat dari penutup botol. Aku menangis dan aku ingat saat Bunda bermain main dengan aku dan Ayah membawakan aku Coklate setiap beliau pulang dari kerjanya.
Tapi setelah Bunda memergoki Ayah selingkuh hidup kami menjadi berubah 180 derajat hingga aku harus kehilangan Bunda ku. Aku menjadi gelandangan dengan Usiaku yang baru dua belas tahun. Aku mengalami tekanan fisik yang membuat aku selalu menderita hingga aku bertemu dengan Pak Akbar dan Istrinya. Hingga aku menjadi seperti ini.
Dan terakhir………..aku mengalami kecelakaan seperti ini dan Ayah kembali hadir dalam hidup ku. Ingin Hilang ingatan ku rasa, saat aku mengingat semua itu. Biar aku tak tau kalau Ayah ku yang telah kejam membuat anak dan Istrinya menderita. Hingga aku bisa menerimanya dengan Hati yang Ikhlas. Tapi semua sudah terjadi dan aku tidak akan bisa mengulang waktu dan aku harus menerima semua itu. Karna bagaimanapun dia tetap Ayah ku.
Ku lihat Ayah duduk di samping ku, beliau masih tidur. Aku lihat jam beker. 01.00 wib dini hari. Maafkan Delka Ayah. Delka akan ikut sama Ayah.
Semua masalah pasti ada solusinya dan pasti juga da penjelasanya. Jadi jangan pernah kalian mensia – siakan sesuatu itu. Karna sesuatu itu akan menagih ke kalian tentang suatu penjelasan. Penjelasan yang kalian sendiri sulit untuk menjelaskanya.

~ Selesai ~


Copas by :

 

Blog Template by YummyLolly.com // PS Brush by Pink On Head