Mataku terus tertuju padamu saat kulihat dirimu TERSENYUM.
Ingin aku menyapa namun ku terdiam tak kulakukan.
Mungkinkah kau pun juga begitu tau kau masih malu
Sungguh ingin ku sapa namun ku terdiam tak ku lakukan.
Bait pertama lagu Maliq D’essential ini lah yang bisa
melukiskan sebuah rasa yang mengganjal setiap kali aku melihatnya. Aku adalah mahasiswa
baru di salah satu universitas negeri di Bandung. Dan dikampus ini lah pertama
kali aku melihatnya. Berdiri diatas sana dengan gagahnya. Walaupun jarak kita
terbentang 2 tahun tapi tak menyulitkan ku untuk bertemu dengannya. Bertemu? Mungkin
itu bukan kata-kata yang tepat karena ia tak sama sekali mengenalku. Aku hanya bisa mengamatinya dari jauh. Untuk berbagai alasan mungkin harus ku akui bahwa
aku kagum.
Tak sulit jika aku ingin bertemu dengannya, karena ia adalah
salah satu kaka tingkat yang akan selalu terpampang wajahnya saat masa ospek
jurusan atau yang sering kita sebut kaderisasi. Kaderisasi periode pertama ini mungkin sudah
kulalui dengan indah. Mengapa tidak? Kalau bukan berkat kaderisasi ini tidak
mungkin aku bisa mendapatkan kontaknya dan bahkan foto bareng. Tugas yang
diberikan oleh ketua kaderisasi itu membuat aku bisa sedikit dikenal olehnya. Mungkin.
Tapi tak hanya sampai situ. Tepat dihari ketiga kaderisasi periode pertama itu ada salah
satu tugas yang mengharuskan ku untuk menuliskan sebuah “feature” untuk kaka
tingkat yang aku kagumi. Ya siapa lagi. Sudah pasti nama cowok itu lah yang
terpampang nantinya di feature ku.
Deadliner sejati! Itulah aku. Ku raih pulpen dan kertas di
depan mataku tepat 8jam sebelum tugas itu dikumpulkan. Ku tulis kata perkata
hingga akhirnya feature itu selesai.
Entah apa motivasi temanku sehingga ketika pembacaan feature
secara acak pagi itu ia meneriakkan namaku sehingga mau tak mau aku harus
membacakannya di depan lebih dari 100 pasang mata itu. Membuat aliran darah ini
rasanya ingin berhenti karena malu. Aku baca kata demi kata dengan diiringi
sorak sorak peserta dan mentor lain yang mendengarnya. Sudah habis pagi ini
muka ku memerah akibat sindiran-sindiran menggoda yang sengaja mereka lontarkan
padaku. Ah sudah lah. ‘baca dan lupakan’ fikirku.
Sampailah kita pada hari terakhir masa kaderisasi periode
pertama. Membuatku sedikit bernafas lega karena sepertinya hari ini tidak akan
menjadi hari yang memalukan seperti hari ketiga. Aku bisa yakinkan itu karena
Rundown acara tersebut hanya berisi pemutaran film dan pentas seni. Sampai pada
saatnya tiba-tiba terjadi kesalahan teknis pada multimedia yang mengharuskan
panitia untuk memberikan selingan agar peserta tak jenuh sembari menunggu
waktu.
Aku melihatnya. Ya! Cowok itu. Yang aku kagumi saat pertama
kali aku melihatnya berbicara di depan sana. Dan siapa lagi. Yang namanya
terpampang jelas di feature-ku. Seketika jantungku berhenti berdetak saat ia
maju ke depan sana dan berbicara,
“perhatian.. saya akan membacakan salah satu feature teman
kalian yang katanya dipilihkan oleh mentor sebagai feature terbaik yg
dituliskan untuk saya”
*MAMPUS!*
‘itu pasti bukan punya gue, kan kemarin udah dibacain, masa
iya dibacain dua kali’ ujarku dalam hati untuk menghibur kepanikan ini.
“karna disini ga ada judulnya mungkin saya langsung bacain
aja ya.. tapi buat orang yang menulis nanti harus maju ke depan”
*PIAS*
Aku mulai merubah posisi duduk ku dengan tak tenang ketika
teringat bahwa feature-ku pun tak berjudul.
“Setitik putih akan selalu terlihat diantara hitam walupun
kecil, begitu juga dengan dirinya bla bla bla bla bla.........”
*MATI GUE! ITU BENER-BENER FEATURE GUE!*
Seketika aku
menyembunyikan mukaku yang tak tahu harus ditaruh dimana seiring alunan kata
demi kata dalam tulisan itu yang ia bacakan. Aku mungkin tipikal orang yang
cuek dan tidak peduli dengan apa itu ‘malu’. Tapi untuk hal ini entah mengapa
berbanding terbalik. Semakin ramai ruangan itu oleh teriakan teriakan usil yang
ditujukan kepadaku. Pasrah. Aku hanya diam dan menunggu apa selanjutnya yang
terjadi.
Tak sampai 5 menit, ia pun selesai membacakannya. Namun kini
muka ku mulai tak beda jauh dengan kepiting rebus saat perlahan ia berjalan
kearahku dan mengajakku untuk ke depan sana. Ah tidak! Mimpi apa aku
semalam??????????? Ia ulurkan tangannya namun tak segera ku jabat. Antara ‘seneng,
gak nyangka, malu, nerveous, salting’ yang menjadi satu membuat setan dalam
otakku berbisik ‘ambil gak yah, ambil gak yah’ namun segera aku berfikir ‘ambil
aja. Kesempatan gak datang dua kali’. Ia masih menungguku menjabat tangannya. Ku
tatap matanya dengan tajam untuk meyakinkan hatiku. Dan 5 kata yang ia ucapkan
membuat aku takan pernah lupa seumur hidupku.
“gak mau pegang tangan aku?”
*GILAAAA! 5 KATA YANG MEMBUAT GUE MELELEH
SELELEH-LELEHNYA!!!!!! WOYYY TURUNIN GUE! LU BIKIN GUE TERBANG AMPE
KEAWANG-AWANG!*
Langsung kujabat tangannya tanpa ragu dan ia menarikku ke
depan sana. Bukan hanya itu.
“feature ini dibuat oleh Anggun Novitasari dari IKOM 1-B. Dan
klo temen-temen mau tau, anggun ini wawancara saya via line. Dan disini
tertulis kalo dia kagum. Kagum doang nih? Gak lebih? Kalo lebih juga gak apa
apa”
*SPEACHLESS! BUKAN LAGI MELELEH BANG TAPI UDAH MENCAIR INI
NAMANYA*
Senang bukan kepalang yang kurasakan pada saat itu. Entah ia
merasakan hal yang sama atau tidak tapi harus ku akui bahwa hari ini adalah
hari yang tak mungkin aku lupakan bahkan sampai tua nanti.
And the last.... apapun persepsi yang kalian punya saat baca
tulisanku diatas. Kalian harus tau bahwa ini hanyalah rasa kagum adik kepada
kakaknya. Dalam arti, aku tak menyimpan harapan lebih agar dia jadi milikku. Karena
untuk beberapa alasan aku tak mau itu terjadi.